Digital_Files
RAN Kelapa Sawit Berkelanjutan: Rencana Aksi Minus Penghormatan Hak Asasi Manusia (Analisis terhadap Rancangan Rencana Aksi Nasional Kelapa Sawit Berkelanjutan Periode 2018 – 2023 dalam Perspektif Perlindungan Hak Asasi Manusia)
Pada Februari 2018 Forum Kelapa Sawit Berkelanjutan Indonesia (FoKSBI)[1] menerbitkan rancangan Rencana Aksi Nasional Kelapa Sawit Berkelanjutan Periode 2018 – 2023. Rasionalitas yang mendasari penyusunan rencana aksi nasional karena nilai strategis kelapa sawit dalam mendukung pembangunan nasional. Namun di sisi yang lain, sektor perkebunan kelapa sawit menghadapi tantangan untuk melaksanakan komitmen dalam merealisasikan pembangunan kelapa sawit berkelanjutan berdasarkan prinsip people, planet, dan profit. Berdasarkan hal ini rencana aksi nasional disusun untuk meningkatkan komitmen dan koordinasi antara pemerintah dan pemangku kepentingan dalam rangka mempercepat pencapaian perkebunan kelapa sawit berkelanjutan. Namun demikian, rencana aksi nasional ini belum menyentuh permasalahan hak asasi manusia yang terdampak dari keberadaan dan ekspansi perkebunan kelapa sawit, dan mekanisme pemulihan bagi korban yang terdampak. Keberadaan dan ekspansi perkebunan sawit sampai saat ini masih terlibat dalam pelanggaran hak asasi manusia, baik terhadap buruh, petani, maupun masyarakat yang berada di sekitar wilayah operasional perkebunan kelapa sawit.
Paradoks industri perkebunan kelapa sawit yang berdampak secara positif maupun negatif ini perlu ditilik dan ditelisik berdasarkan perspektif hak asasi manusia dan bisnis karena korporasi memiliki andil besar dalam ekspansi industri perkebunan kelapa sawit. Menurut KPMG International Cooperative, perusahaan mengambil tindakan untuk mengatasi masalah hak asasi manusia karena 4 (empat) pendorong utama, meliputi:[2]
Perkembangan regulasi dan standar serta pedoman internasional;
Reputasi dan kemitraan;
Investor dan investigasi peminjam (kreditur);
Tujuan perusahaan.
Pada titik ini, maka setiap rencana aksi nasional yang memiliki dimensi terhadap pemajuan dan perlindungan hak asasi manusia semestinya merujuk pada panduan yang dikeluarkan oleh Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), termasuk Rencana Aksi Nasional Kelapa Sawit Berkelanjutan Periode 2018 – 2023. Apalagi menurut identifikasi KPMG International Cooperative kepatuhan terhadap standar dan pedoman internasional menjadi rasionalitas yang melandasi tindakan korporasi terkait dengan isu hak asasi manusia. Oleh karena itu, Rencana Aksi Nasional dapat dimasukkan sebagai dokumen dan instrumen yang berfungsi untuk memaknai hak asasi manusia, khususnya relasi bisnis dan hak asasi manusia, dalam konteks lokal dan mengefektikan norma universal dalam ranah nasional.
Selain itu, Rencana Aksi Nasional juga berdimensi perlindungan terhadap lingkungan hidup karena secara expressive verbis menggunakan terminologi berkelanjutan. Dengan demikian, dokumen ini harus merujuk pada instrumen Hukum Hak Asasi Manusia, baik internasional maupun nasional dan instrumen hukum perlindungan lingkungan, baik internasional maupun nasional. Pada dimensi yang lain, Rencana Aksi Nasional juga semestinya merujuk pada hak atas pembangunan sebagaimana tercantum dalam Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (Sustainable Development Goals/SDGs).
Dalam konteks ini, paling tidak terdapat 2 (dua) panduan yang dikeluarkan oleh Kantor Komisaris Tinggi PBB untuk Hak Asasi Manusia (Office of the United Nations High Commissioner for Human Rights), yaitu:
Buku Pegangan tentang Rencana Aksi Hak Asasi Manusia Nasional (Handbook on National Human Rights Plans of Action);
Panduan tentang Rencana Aksi Nasional untuk Bisnis dan Hak Asasi Manusia (Guidance on National Action Plans on Business and Human Rights).
Berdasarkan uraian rasionalitas di atas, ELSAM menyusun analisis untuk melihat dan mengkaji isi Rencana Aksi Nasional Kelapa Sawit Berkelanjutan Periode 2018 – 2023 dari perspektif hak asasi manusia. Dalam hal ini ELSAM ingin mengetahui sampai sejauhmana dokumen ini menempatkan isu hak asasi manusia sebagai paradigma dan nilai. Dengan kata lain, pengintegrasian keuniversalan hak asasi manusia dimaknai dan ditafsir sesuai dengan konteks isu-isu hak asasi manusia yang diakibatkan oleh operasional industri perkebunan kelapa sawit.
Tidak tersedia versi lain