Book
Hukum Pencemaran Nama dalam Hak Asasi Manusia: Rekomendasi Bagi Perubahan UU No. 11/2008 Tentang Informasi dan Transaksi Elektronik
Merujuk pada laporan Reporters without Borders, di tahun 2014 sedikitnya 167 pengguna internet, harus mengalami pemenjaraan, sebagai akibat informasi yang disebarluaskannya melalui medium internet. Di Indonesia, semenjak berlakunya UU No. 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik, kondisinya juga tak-kalah memprihatinkan. Lebih dari 100 orang pengguna teknologi informasi dan komunikasi, termasuk di dalamnya media sosial di internet, harus berhadapan dengan hukum, karena aktivitasnya di internet dituduh telah menghina atau mencemarkan nama baik orang lain.
Kondisi ini tentunya menciptakan ironi, di tengah makin menguatnya kesadaran publik tentang demokrasi. Padahal salah satu esensi dari demokrasi, terletak pada adanya jaminan perlindungan terhadap pelaksanaan hak atas kemerdekaan berpendapat dan berekspresi. Sedangkan keberadaan Pasal 27 ayat (3) UU ITE perihal pidana penghinaan dan/atau pencemaran nama baik, faktanya hari ini telah melahirkan pengekangan terhadap kemerdekaan tersebut. Ketentuan ini telah menjadi alat ‘pembalasan dendam’ bagi orang-orang yang merasa dicemarkan nama baiknya (meskipun sepele), dengan cara memenjarakan pihak lain.
Pemerintah sendiri telah mengajukan usul inisiatif untuk mengamandemen UU ITE, khususnya ketentuan Pasal 27 ayat (3) sekaligus ancaman pidananya dalam Pasal 45 ayat (1). Proses pembahasannya sendiri telah mulai bergulir di DPR. Sayangnya, dalam usulannya pemerintah hanya mengajukan rumusan penurunan ancaman pidana penjara dari semula 6 tahun menjadi 4 tahun, dan pidana denda dari 1 miliar menjadi 750 juta rupiah. Tentu menjadi sebuah pertanyaan besar, kenapa pilihannya hanya menurunkan ancaman pidana?
Tidak tersedia versi lain